MAKALAH
“BALANCED
SCORECARD”
Untuk
memenuhi nilai mata kuliah Akuntansi Manajemen
Oleh:
WAWAN KURNIAWAN ( 2012051812 )
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS PAMULANG
Tahun
Akademik 2013/2014
KATA
PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah yang berjudul “BALANCED
SCORECARD”.
Dalam pelaksanaan penyusunan tugas
ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada
:
1.
Keluarga tercinta yang telah membantu penulis dengan
Do’a dan dukungan dalam berbagai hal.
2.
Zaenal Abidin S.Pd, M.Si selaku Kaprodi Manajemen.
3.
Nani Rusnaeni SE, MM selaku Dosen
pada Mata Kuliah Akuntansi Manajemen.
4.
Rekan-rekan yang telah membantu dalam proses
penyelesaian.
Semoga
arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal ibadah,
sehingga memperoleh balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari
bahwa Tugas Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan tulisan penulis
berikutnya. Semoga Tugas Makalah ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat
dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk perkembangan pendidikan khususnya
pendidikan Akuntansi Manajemen.
Pamulang,
3 April 2014
Penulis.
DAFTAR ISI
HALAMAN
SAMPUL........................................................................................... 1
KATA
PENGANTAR .................................................................................... ....... 2
DAFTAR
ISI ......................................................................................................... 3
BAB
I PENDAHULUAN
A. Konsep
Balanced ScoreCard ............................................................ ....... 4
B. Perkembangan
Terkini Implementasi ................................................ ..... 10
BAB
II PEMBAHASAN
A. Keunggulan
Balanced ScoreCard ..................................................... ..... 12
B. Faktor
Yang Memacu Perusahaan Mengimplementasikan Balanced ScoreCard 14
C. Perubahan
Lingkungan Bisnis Menentukan Perubahan Tipe Perencanaan Yang Digunakan Oleh
Organisasi ............................................................................................................ ..... 20
D. Konsep
Manajemen Strategi ............................................................. ..... 22
E.
Beda Manajemen Strategi Dalam Manajemen
Tradisional Dengan Kontenporer 26
F.
Balanced ScoreCard Sebagai Inti Sistem
Manajemen Strategi ......... ..... 27
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
........................................................................................ ..... 33
B. Saran
.................................................................................................. ..... 34
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... ..... 35
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Konsep Balanced ScoreCard
Menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton, Balanced
Scorecard adalah suatu sistem manajemen penilaian dan pengendalian yang secara
cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang
kinerja bisnis. Kaplan dan Norton telah memperkenalkan Balanced Scorecard pada
tingkat organisasi enterprise.
Prinsip dasar dari Balanced Scorecard ini adalah titik
pandang penilaian sebuah perusahaan hendaknya tidak hanya dilihat dari segi
finansial saja tetapi juga harus ditambahkan dengan ukuran-ukuran dari
perspektif lainnya seperti tingkat kepuasan pelanggan, proses internal dan
kemampuan melakukan inovasi. Balanced Scorecard lebih dari sekedar sistem
pengukuran taktis atau operasional. Perusahaan yang inovatif menggunakan
Balanced Scorecard sebagai sistem manajemen strategis, untuk mengelola strategi
jangka panjang dan menghasilkan proses manajemen seperti:
1.
Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi.
2.
Mengkomunikasikan dan mengkaitkan berbagai tujuan dan
ukuran strategis.
3.
Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan
berbagai inisiatif strategis.
4.
Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
BSC membagi
strategi dan pengukurannya ke dalam empat perspektif, yaitu keuangan, proses
bisnis internal, pelanggan, dan inovasi. Empat perspektif ini bisa disesuaikan
dengan kebutuhan perusahaan, jadi bisa ditambah ataupun diganti.
1.
Perspektif Keuangan
Dalam perspektif ini BSC masih
menggunakan indikator keuangan perusahaan yang sering digunakan, misalnya
return on investment, return on equity, economic value added, dan lain-lain.
Pengukuran ini untuk melihat apakah penerapan strategi bisa mendatangkan
manfaat ekonomis bagi perusahaan, karena kinerja keuangan menentukan apakah
perusahaan masih bisa menjalankan bisnisnya.
2.
Perspektif Proses Bisnis
Internal
Dalam perspektif ini kita mencoba untuk
mengidentifikasi proses bisnis yang tengah berjalan dan kemungkinan untuk
peningkatan kinerja proses bisnis ataupun penciptaan proses baru. Ukuran yang
sering digunakan adalah tingkat kecepatan respons, waktu pelayanan, dan
lain-lain.
3.
Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif ini perusahaan
mengidentifikasi segmen pasar di mana perusahaan akan berkompetisi. Ukuran yang
sering dipakai adalah customer satisfaction, customer retention, new customer
aqcuisition, customer profitability, dan lain-lain.
4.
Perspektif Inovasi
Perspektif ini juga sering disebut sebagai learning
and growth. Dalam perspektif ini yang menjadi sorotan adalah kinerja di masa
mendatang dan faktor-faktor yang mendukungnya. Kalau ketiga perspektif
terdahulu mengidentifikasi tujuan perusahaan di masa depan, maka di perspektif
ini dijabarkan kemampuan organisasi seperti apa yang mampu mendukung tujuan
yang telah ditetapkan. Ukuran yang sering dipakai misalnya tingkat kepuasan
karyawan, jumlah usulan oleh karyawan, dan lain-lain.
Konsep BSC didasarkan pada asumsi bahwa efisiensi
penggunaan modal investasi tidak lagi menjadi penentu
tunggal untuk keunggulan kompetitif, tapi faktor seperti modal intelektual,
penciptaan pengetahuan atau orientasi pelanggan yang sangat baik menjadi lebih
penting. BSC digunakan untuk berkomunikasi dan mengkoordinasikan deskripsi
strategi bisnis. Kesenjangan antara perencanaan strategis dan operasi bisa
dijembatani dan pencapaian jangka panjang dari tujuan strategis dijamin dengan
aplikasi yang konsisten dan perumusan strategi bisnis yang sebelumnya
ditetapkan dalam empat perspektif BSC. (Figge, Hahn, Schaltegger, dan Wagner,
2002)
Dengan adanya konsep Balanced Scorecard
akan terus memelihara arah dan kemajuan perusahaan sesuai dengan apa yang
menjadi visi dan misi organisasi. Selain itu Balanced Scorecard akan membantu
perusahaan dalam menyelaraskan tujuan dengan satu strategi yang ingin
diterapkan, karena Balanced Scorecard membantu mengeliminasi berbagai macam
strategi manajemen puncak yang tidak sesuai dengan strategi karyawan dengan
cara membantu karyawan untuk memahami bagaimana peran serta mereka dalam rangka
peningkatan kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Banyak perusahaan menerapkan konsep
balanced scorecard untuk meningkatkan kinerja sistem pengukuran. Mereka
mencapai hasil yang nyata, tetapi terbatas. Mengadopsi konsep tersebut
memberikan klarifikasi, konsensus, dan fokus pada peningkatan kinerja yang
diinginkan. Baru-baru ini, kita telah melihat perusahaan memperluas penggunaan
balanced scorecard, menggunakan itu sebagai dasar dari suatu sistem manajemen
strategi terpadu. Banyak perusahaan menggunakan scorecard untuk :
1.
Mengklarifikasi dan memperbaharui
strategi.
2.
Mengkomunikasikan strategi ke
perusahaan.
3.
Menyelaraskan tujuan masing-masing unit
dan individu dengan strategi.
4.
Menghubungkan tujuan strategis untuk
target jangka panjang dan budget tahunan.
5.
Mengidentifikasi dan menyelaraskan
gagasan strategi.
6.
Melakukan tinjauan kinerja secara
berkala untuk mempelajari dan meningkatkan strategi.
Balanced scorecard memungkinkan perusahaan untuk
menyesuaikan proses manajemen dan seluruh organisasi berfokus pada pelaksanaan
strategi jangka panjang. Pada National Insurance, scorecard menyediakan CEO dan
manajernya dengan kerangka kerja terpusat, mereka dapat merancang ulang setiap
bagian dari sistem manajemen perusahaan. Dan karena hubungan sebab akibat yang
melekat dalam scorecard, perubahan dalam satu komponen sistem yang diperkuat
perubahan sebelumnya yang dibuat di tempat lain. Oleh karena itu, setiap
perubahan yang dilakukan selama periode 30 bulan ditambah dengan momentum yang
membuat organisasi bergerak maju dalam arah yang telah disepakati.
Tanpa balanced scorecard, kebanyakan organisasi tidak
dapat mencapai visi dan tindakan yang sama secara konsisten sebagai usaha
mereka untuk mengubah arah dan memperkenalkan strategi dan proses baru.
Balanced scorecard memberikan kerangka kerja untuk mengelola pelaksanaan
strategi sementara juga memungkinkan strategi itu sendiri untuk berkembang
sebagai respon terhadap perubahan dalam pasar kompetitif perusahaan,, dan
lingkungan teknologi.
Sejarah Balanced ScordCard
Persaingan dunia industri dan organisasi
saat ini semakin berkembang pesat. Kesuksesan suatu perusahaan sangat
bergantung pada kinerja karyawan dalam perusahaan tersebut. Maka perlu ada
pengukuran kinerja karyawan yang tepat, agar perusahaan dapat berkembang pesat
sesuai dengan visi dan misi yang dicanangkan.
Dahulu kala, banyak perusahaan yang
menggunakan sistem pengukuran kinerja tradisional yang mana hanya mengukur
keberhasilan kinerja perusahaan dari sejumlah keuntungan yang diperoleh
(finansial). Sistem pengukuran tradisional kini dinilai tidak begitu efektif
lagi di era globalisasi ini.
Melihat kekurangan tersebut, pada tahun
1996, Robert Kaplan dan David Norton dari Harvard University mengumumkan sebuah
sistem pengukuran kinerja yang sesuai untuk perusahaan di era globalisasi,
bernama Balanced Scorecard. Sistem ini pertama kali diuji coba oleh perusahaan
Analog Devices pada tahun 1987.
Latar belakang munculnya ide pembuatan
sistem ini dikarenakan adanya beberapa kelemahan yang dinilai oleh Kaplan dan
Norton mengenai pengukuran tradisional. Menurut Kaplan dan Norton, ukuran
finansial tidak cukup untuk mengevaluasi perjalanan perusahaan di dalam
lingkungan yang kompetitif ini karena hanya menceritakan sebagian dan tidak
semua tindakan masa lalu dan tidak mampu memberikan pedoman yang memadai bagi
upaya penciptaan nilai finansial di masa depan.
Sistem tradisional juga dinilai kurang
mendukung investasi jangka panjang dan lebih menyukai bentuk investasi yang
mudah diukur dibandingkan investasi non-finansial seperti inovasi, kemampuan
pekerja, dan kepuasan pelanggan yang lebih sulit diukur secara kuantitatif.
Pendapat Kaplan dan Norton didukung oleh
Mulyadi, (1997) yang menyatakan bahwa, perusahaan yang berhasil dituntut tidak
hanya dapat menghasilkan produk yang bermutu tetapi juga harus dapat memuaskan
dan memenuhi kebutuhan konsumen dan cost effective.
Balanced Scorecard merupakan sebuah
sistem pengaturan (tidak hanya sebuah sistem pengukuran) yang bisa membantu
suatu organisasi untuk mengklarifikasi visi dan stategi mereka hingga
membuatnya menjadi sebuah tindakan nyata dan mencapai goals perusahaan. Robert
Kaplan dan David Norton telah menggabungkan sistem pengukuran finansial (tradisional)
dan non-finansial, sehingga suatu perusahaan tidak lagi hanya berfokus pada
hasil finansial saja tetapi juga masalah manusia.
Balanced Scorecard adalah sistem yang
mengajak kita untuk melihat suatu organisasi dari empat perseptif , kemudian
membangun indikator, mengumpulkan data dan menganalisa setiap perspektif itu.
Ada pun keempat perspetif tersebut antara lain sebagai berikut :
1.
The Learning and Growth Perspective (Perspektif Pembelajaran
dan Pertumbuhan)
Perspektif bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan kecakapan karyawan pada perusahaan baik perkembangan individu maupun kelompok. Menurut Kaplan dan Norton (1996), terdapat tiga kategori dalam perspektif ini yaitu kapabilitas pekerja, kapabilitas sistem informasi dan motivasi, pemberdayaan dan keselarasan.
Perspektif bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan kecakapan karyawan pada perusahaan baik perkembangan individu maupun kelompok. Menurut Kaplan dan Norton (1996), terdapat tiga kategori dalam perspektif ini yaitu kapabilitas pekerja, kapabilitas sistem informasi dan motivasi, pemberdayaan dan keselarasan.
2.
The Business Process Perspective (Perspektif Bisnis)
Perkembangan proses
bisnis perusahaan dipantau pada persepktif ini. Indikator yang dibuat pada
perspektif ini menjawab seberapa baik bisnis perusahaan tersebut berjalan.
Kaplan dan Norton (1996), menilai perlu adanya tiga proses bisnis utama yakni
inovasi, operasi dan layanan purna jual agar perkembangan bisnis suatu
perusahaan semakin baik.
3.
The Customer Perspective (Perspektif Costumer)
Perspektif ini berfokus
pada kebutuhan dan kepuasan customer. Kaplan dan Norton mengukur kepuasan
customer berdasarkan, market share, costumer retention, customer acquisition,
customer satisfaction, dan customer profitability. Selain itu pengukuran juga
berdasarkan atribut produk/jasa dan hubungan costumer.
4.
The Financial Perspective (Perspektif Financial)
Tujuan akhir dari
sebuah perusahaan adalah finansial. Perspektif finansial merupakan fokus tujuan
dan tolak ukur dari ketiga perspektif lainnya. Kaplan dan Norton membagi tiga
tahapan finansial bagi suatu perusahaan, yaitu growth (pertumbuhan), sustained
(bertahan), dan harvest (penuaian).
Mulyadi (2001), berpendapat bahwa ada
beberapa keunggulan dari Balanced Scorecard, yakni komprehensif (memiliki
perspektif yang luas), koheren (strategis), seimbang (antara internal dan
eksternal fokus), dan terukur. Selain itu Balanced Scorecard dapat memberikan
kesempatan bagi organisasi atau perusahaan untuk mengembangkan sebuah sistem
pengukuran yang dapat mempertinggi kinerja perusahaan di era globalisasi ini,
menurut John Corrigan, (1996).
Balanced Scorecard sudah banyak
digunakan oleh perusahaan dan organisasi di seluruh dunia. Kementrian Keuangan
Republik Indonesia (Kemenkeu) menggunakan Balanced Scorecard untuk
menggambarkan tema pendapatan Negara, belanja Negara, pembiayaan APBN, kekayaan
Negara serta pengawasan pasar modal dan lembaga Keuangan. Selain Kemenkeu,
Balanced Scorecard juga sudah diterapkan oleh berbagai perusahaan atau pun
organisasi di Indonesia.
B.
Perkembangan Terkini Implementasi
Balanced Scorecard telah menjadi pakem
baru dalam dunia manajemen, khususnya pada bidang pengukuran kinerja dan
penyelarasan strategi. Hal ini dapat dilihat dari kepopuleran Balanced
Scorecard yang dicoba untuk diimplementasikan di berbagai perusahaan di dunia.
Konsep awal yang dibawa oleh Kaplan dan
Norton adalah mengenalkan konsepsi baru dalam penyelarasan strategi perusahaan
menggunakan empat perspektif: Customer, Finansial, Internal Process dan
Learning and Growth. Konsepsi yang sangat logis, apalagi ketika kemudian
diangkat pada konsepsi penyelarasan strategi yang lebih tinggi dengan Strategy
Map. Sebuah terobosan yang esensial tentang bagaimana mengendalikan organisasi
secara efektif.
Saya termasuk yang paling tidak setuju
ketika Balanced Scorecard di bawa ke ranah pengukuran kinerja. Karena menurut
saya, pengukuran kinerja tetaplah pengukuran kinerja, dan bukan Balanced
Scorecard. Balanced Scorecard adalah sistem yang memerlukan keberadaan
pengukuran kinerja, dan bukan sebaliknya. Saya lihat banyak organisasi terjebak
dalam menggunakan Balanced Scorecard sebagai alat untuk pengukuran kinerja.
Akibatnya, organisasi-organisasi ini gagal melakukan proses penyelarasan
strategi karena terlalu sibuk membuat sistim pengukuran kinerja.
Perkembangan terkini yang dicoba
diaplikasikan oleh banyak organisasi adalah membawa Balanced Scorecard ke
tatanan pengukuran kinerja individu. Sesuatu yang menurut pandangan saya juga
berlebihan dan kebablasan. Benar bahwa pelaku organisasi di level individu juga
harus mempunyai “nilai rapor” yang dapat dipresentasikan dalam bentuk Scorecard
seperti raport sekolah. Tetapi itu tetap saja sebuah Scorecard (baca: rapor),
dan tidak perlu dipaksakan untuk masuk ke dalam konsepsi Balanced Scorecard
(baca: “scorecard” yang “balanced”), dengan empat perspektifnya.
Balanced Scorecard hendaknya tetap
berada di tatanan strategi organisasi di level atas. Tidak perlu dielaborasi
sedemikian rupa hingga level terendah di organisasi. Elaborasi ke kompleksitas
yang melebar saya kira hanya didasari kepentingan konsultan-konsultan manajemen
yang sengaja membawa konsepsi Balanced Scorecard ke arena kompleksitas demi
kelangsungan proyek-proyek implementasi Balanced Scorecard.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Keunggulan Dan Kelemahan Balanced ScoreCard
Mulyadi menjelaskan beberapa keunggulan
Balanced Scorecard yaitu komprehensif, koheren, seimbang dan terukur.
1.
Komprehensif berarti bahwa Balanced
Scorecard memperluas perspektif yang sebelumnya hanya terbatas pada keuangan
saja. Perluasan itu kearah tiga perspektif yang lain yaitu: customer, proses
bisnis intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan itu menghasilkan
manfaat sebagai berikut :
a. Menjanjikan
kinerja keuangan yang berlipat ganda dan berjangka panjang.
b. Memampukan
perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks.
2.
Koheren berarti Balanced Scorecard
mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab akibat diantara berbagai
sasaran strategis yang dihasilkan dalam perencanaan strategis. Kekoherenan itu
akan memotivasi personel untuk bertanggung jawab dalam mencari inisiatif
strategis yang menghasilkan sasaran strategis yang bermanfaat untuk
menghasilkan kinerja keuangan.
3.
Seimbang berarti empat perspektif yang
ada di dalam Balanced Scorecard mencerminkan keseimbangan antara pemusatan ke
dalam (internal focus) dengan ke luar (external focus). Keseimbangan antara
proses bisnis intern dan pertumbuhan dan pembelajaran sebagai internal focus
dengan kepuasan customer dan kinerja keuangan sebagai external focus.
4.
Terukur berarti sasaran strategis yang sulit
diukur secara tradisional dalam Balanced Scorecard dilakukan pengukuran agar
dapat dikelola dengan baik. Sasaran strategis yang sulit diukur adalah
customer, proses bisnis intern serta pertumbuhan dan pembelajaran.
Jadi
dari data di atas dapat disimpulkan bahwa, Balanced Scorecard yaitu suatu unit
bisnis tidak hanya dinyatakan dalam suatu ukuran finansial, melainkan
dijabarkan lebih lanjut ke dalam pengukuran bagaimana suatu unit usaha
menciptakan nilai bagi pelanggan yang ada sekarang dan di masa yang akan
datang, bagaimana unit usaha harus meningkatkan kemampuan internalnya serta
berinvestasi pada manusia, system, dan prosedur yang dibutuhkan untuk
memperoleh kinerja yang lebih baik di masa yang akan datang.
Kaplan dan
Norton menjelaskan beberapa kelemahan alat ukur kinerja tradisional, sebagai
berikut:
1.
Ukuran finansial tidak cukup untuk
mengevaluasi perjalanan perusahaan di dalam lingkungan yang kompetitif.
2.
Ukuran finansial menceritakan hanya
sebagian, tidak semua tindakan masa lalu dan tidak mampu memberikan pedoman
yang memadai bagi upaya penciptaan nilai finansial masa depan yang dilaksanakan
saat ini dan masa yang akan datang.
3.
Sistem tradisional kurang mendukung
investasi jangka panjang dan hanya menekankan pada usaha pengembalian investasi
jangka pendek yang tujuannya mempengaruhi harga saham saat ini.
4.
Sistem tradisional lebih menyukai bentuk
investasi yang mudah diukur dibandingkan investasi pada aktiva tidak berwujud
seperti inovasi, kemampuan pekerja, dan kepuasan pelanggan yang lebih sulit diukur
secara kuantitatif.
Dari
beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja
tradisional hanya menekankan sisi keuangan saja, tanpa memperhatikan aspek non
keuangan. Hal itu mengakibatkan keputusan jangka pendeklah yang menjadi perhatian
manajemen. Sementara keputusan-keputusan yang berfungsi untuk dapat bertahan
dalam jangka panjang, yaitu aspek non keuangan terabaikan.
B.
Faktor Yang Memacu Perusahaan Mengimplementasikan
Balanced ScoreCard
Balanced
Scorecard merupakan alat manajemen kontemporer (contemporary management tool). Kebutuhan perusahaan untuk
mengimplementasikan Balanced Scorecard dipacu oleh faktor-faktor berikut ini
:
1.
Lingkungan
bisnis yang dimasuki oleh perusahaan sangat kompetitif dan turbulen.
2.
Sistem
manajemen yang digunakan oleh perusahaan tidak pas dengan tuntutan lingkungan
bisnis yang dimasuki oleh perusahaan.
Lingkungan
bisnis yang dimasuki oleh perusahaan sangat kompetitif dan turbulen. Lingkungan
bisnis seperti ini menuntut kemampuan perusahaan untuk :
1.
Membangun keunggulan kompetitif melalui distinctive capability.
2.
Membangun dan secara berkelanjutan
memutakhirkan peta perjalanan untuk mewujudkan masa depan perusahaan.
3.
Menempuh langkah-langkah strategik dalam
membangun masa depan perusahaan.
4.
Mengerahkan
dan memusatkan kapabilitas dan komitmen seluruh personel dalam membangun masa
depan perusahaan.
Membangun keunggulan
kompetitif melalui distinctive
capability. Di dalam lingkungan bisnis kompetitif,
produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan hanya akan
dipilih oleh customer jika
memiliki keunggulan tertentu dibandingkan dengan persaingan. Keunggulan hanya
dapat diwujudkan melalui usaha cerdas, terencana, sistematik, dan dengan
langkah-langkah besar serta berjangka panjang. Balanced Scorecard menyediakan
rerangka untuk membangun keunggulan kompetitif melalui empat perspektif:
keuangan, customer, proses, dan
pembelajaran dan pertumbuhan. Diperlukan usaha cerdas, terencana, sistematik,
dan waktu lama untuk membangun kepercayaan dan kepuasan customer, hubungan kemitraan dengan pemasok, proses bisnis yang produktifdan cost effective, kompetensi dan
komitmen personel, sistem informasi yang mendukung proses layanan bagi customer, dan organisasi nirbatas
yang berkapabilitas untuk belajar, berkapasitas untuk berubah, serta
berakuntabilitas tinggi.
Membangun dan
secara berkelanjutan memutakhirkan peta perjalanan untuk mewujudkan masa depan
perusahaan. Lingkungan bisnis kompetitif pasti akan bergolak karena terjadinya berbagai perubahan yang
diciptakan oleh para produsen untuk menarik perhatian customer. Untuk memasuki lingkungan bisnis bergolak seperti itu,
perusahaan memerlukan peta perjalanan yang secara akurat mencerminkan kondisi
lingkungan bisnis yang akan dimasuki oleh perusahaan. Oleh karena lingkungan
bisnis senantiasa bergolak, peta perjalanan yang digunakan oleh perusahaan
untuk membangun masa depannya tidak akan berumur panjang; peta perjalanan perlu
dimutakhirkan secara berkelanjutan agar menggambarkan secara pas kondisi
lingkungan bisnis yang akan dimasuki oleh perusahaan. Manajemen
memerlukan sistem untuk membangun dan secara berkelanjutan memutakhirkan peta
perjalanan untuk mewujudkan masa depan perusahaan.
Menempuh
langkah-langkah strategik dalam membangun masa depan perusahaan. Lingkungan
bisnis kompetitif menuntut perusahaan untuk menempuh langkah-langkah strategik dalam membangun masa depannya. Langkah-langkah
kecil tidak akan mampu menjadikan perusahaan mencapai keunggulan kompetitif
yang dituntut oleh persaingan. Untuk memotivasi personel dalam memikirkan dan
melaksanakan langkah-langkah strategik, perusahaan membutuhkan sistem
manajemen strategik. Sistem manajemen ini menjanjikan dihasilkannya sasaran
strategik dan langkah strategik untuk membangun masa depan perusahaan.
Mengerahkan dan memusatkan kapabilitas dan komitmen seluruh personel
dalam membangun masa depan perusahaan. Lingkungan bisnis turbulen menjadikan masa
depan perusahaan sangat kompleks dan sulit untuk diprediksi dengan tepat.
Dibutuhkan pemikiran dari banyak pihak dan banyak ahli untuk membuat skenario
masa depan yang diperkirakan akan terjadi. Perusahaan membutuhkan sistem
manajemen yang mampu menampung dan mensintesakan berbagai pemikiran dari
seluruh personel untuk membangun skenario masa depan perusahaan. Masa depan
perusahaan terlalu kompleks untuk dipikirkan oleh sebagian kecil personel. Di
samping itu, lingkungan bisnis kompetitif menuntut kekohesivan seluruh personel
dalam menghadapi lingkungan seperti itu, sehingga perusahaan memerlukan
sistem manajemen yang mampu mengerahkan dan memusatkan kapabilitas dan komitmen
seluruh personel dalam membangun masa depan perusahaan.
Sistem manajemen yang tidak pas dengan tuntutan lingkungan bisnis
sebagaimana yang digambarkan di atas memiliki karakteristik sebagai berikut
:
a.
Sistem manajemen yang digunakan hanya
mengandalkan anggaran tahunan sebagai alat perencanaan masa depan perusahaan.
b.
Tidak terdapat kekoherenan antara
rencana laba jangka panjang (atau dikenal dengan istilah corporate plan) dengan rencana laba
jangka pendek dan implementasinya.
c.
Sistem manajemen yang digunakan tidak mengikutsertakan
secara optimum seluruh personel dalam membangun masa depan perusahaan.
Sistem manajemen yang digunakan hanya mengandalkan
anggaran tahunan sebagai alat perencanaan masa depan perusahaan. Jika
dalam lingkungan bisnis kompetitif dan turbulen
sekarang ini perusahaan hanya mengandalkan anggaran tahunan sebagai alat
perencanaan masa depannya, perusahaan akan sangat rentan dalam persaingan.
Anggaran tahunan hanya akan menghasilkan langkah-langkah kecil ke depan yang
hanya mempunyai masa pelaksanaan satu tahun atau kurang. Langkah-langkah
strategik hanya dapat direncanakan dengan baik jika perusahaan menggunakan
sistem perencanaan laba jangka panjang yang
didesain untuk itu. Sistem perumusan strategi, sistem perencanaan strategik,
dan sistem penyusunan program merupakan sistem manajemen yang sangat dibutuhkan
oleh perusahaan untuk memikirkan dan merumuskan langkah-langkah
strategik dalam membangun masa depan perusahaan.
Tidak terdapat kekoherenan antara rencana laba jangka
panjang (atau dikenal dengan istilah corporate
plan) dengan rencana laba jangka pendek dan implementasinya. Banyak perusahaan telah menyusun rencana laba
jangka panjang (berupa corporate plan), namun jarang sekali rencana laba jangka
panjang tersebut diterjemahkan ke dalam rencana laba jangka pendek. Terdapat matarantai yang hilang, yang
seharusnya menghubungkan antara penyusunan rencana laba jangka panjang dengan rencana laba jangka pendek. Sebetulnya sistem manajemen dalam
perusahaan-perusahaan ini lebih baik dibandingkan dengan sistem manajemen
perusahaan-perusahaan yang hanya mengandalkan pada anggaran tahunan untuk
membangun masa depan mereka. Namun, karena rencana laba jangka panjang tidak koheren dengan rencana laba jangka pendek, pada dasarnya perusahaan-perusahaan ini
juga hanya mengandalkan anggaran tahunan untuk membangun masa depan mereka.
Ketidakkoherenan antara rencana laba jangka
panjang dengan rencana laba jangka pendek ini menyebabkan perusahaan
tidak responsif terhadap perubahan lingkungan bisnis yang diprakirakan akan
terjadi.
Sistem manajemen yang digunakan tidak
mengikutsertakan secara optimum seluruh personel dalam membangun masa depan
perusahaan. Dalam manajemen tradisional,
masa depan perusahaan dirumuskan oleh manajemen puncak dengan bantuan staf
perencanaan. Manajemen menengah dan bawah serta karyawan mengimplementasikan
rencana laba jangka panjang dan rencana laba jangka pendek yang telah
dirumuskan oleh manajemen puncak dan staff tersebut. Sistem manajemen seperti
ini cocok untuk lingkungan bisnis yang stabil, yang di dalamnya prediksi masih
dapat diandalkan untuk memperkirakan masa depan perusahaan. Untuk menghadapi
lingkungan bisnis kompetitif dan turbulen, masa depan perusahaan sangat sulit
untuk diprediksikan. Dibutuhkan penginderaan secara terus menerus terhadap trend perubahan yang terjadi dalam
lingkungan bisnis dan diperlukan kecepatan respon terhadap trend perubahan yang teridentifikasi.
Penginderaan secara terus menerus dan kecepatan respon terhadap trend perubahan hanya dapat dilakukan
oleh perusahaan jika perusahaan menggunakan sistem manajemen yang
melibatkan secara optimum seluruh personel dalam membangun masa depan
perusahaan.
Sistem Manajemen Kinerja Personel tidak Selaras dengan
Sistem Manajemen Strategik Berbasis Balanced Scorecard.
Semestinya sistem manajemen kinerja personel didesain
sebagai bagian terpadu sistem manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard.
Pengelolaan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis bergolak dan kompetitif
perlu dilakukan secara bersistem dengan Balanced Scorecard sebagai intinya.
Melalui sistem manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard, Perusahaan
akan mampu beroperasi dengan sense and respond mode suatu mode operasi
yang fit dengan tuntutan
lingkungan bisnis bergolak dan kompetitif. Oleh karena itu, seluruh personel
(manajer dan karyawan) perusahaan perlu diukur kinerja mereka, karena mereka
mengelola perusahaan melalui sistem manajemen strategik berbasis Balanced
Scorecard. Dengan demikian sistem pengelolaan kinerja personel semestinya
didesain selaras dengan sistem manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard.
Namun, pada umumnya sistem pengukuran kinerja
perusahaan-perusahaan Indonesia memiliki keterbatasan berikut ini
:
1.
Basis
yang digunakan untuk pemberian penghargaan adalah posisi (position - based reward),
yaitu posisi seseorang dalam jenjang organisasi, bukan
kinerja (performance-based reward),
yaitu kinerja yang dihasilkan oleh personel dalam
mewujudkan sasaran-sasaran strategik yang telah disepakati melalui inisiatif
strategik yang telah ditetapkan. Position-based
reward tidak memotivasi personel untuk mengelola secara strategik
perusahaan mereka, karena secara sederhana posisi personel tidak mencerminkan
kinerja yang dihasilkan melalui pengelolaan.
2.
Job description digunakan sebagai basis untuk menentukan kinerja personel,
padahal job description
merupakan pekerjaan (work)
personel, bukan kinerja (performance)
personel. Balanced Scorecard disamakan dengan key performance indicator (KPI) dan KPI ditentukan berdasarkan job description personel. Job description personel biasanya
disusun terlepas dari strategi yang dipilih perusahaan untuk bersaing dalam
memperebutkan pilihan customer.
Dengan pemberian penghargaan atas kinerja yang ditetapkan berdasarkan job description, penghargaan tidak
memotivasi personel dalam mewujudkan strategi perusahaan, sehingga peluang
terwujudnya strategi perusahaan menjadi rendah. Dalam memasuki lingkungan
bisnis kompetitif, strategi memegang peran penting untuk mengerahkan dan
mengarahkan seluruh kompetensi dan komitmen personel dalam mewujudkan visi
perusahaan. KPI ditetapkan pada proses penyusunan anggaran, sehingga mencakup
kinerja yang diharapkan dapat dihasilkan oleh personel hanya untuk tahun
anggaran yang akan datang. Sebagai akibatnya, KPI yang dihasilkan tidak
benar-benar bersifat kunci (key)
karena hanya berupa kinerja kecil yang dicapai dalam jangka pendek (setahun
atau kurang).
3.
Bahkan
masih banyak perusahaan Indonesia yang memfokuskan ukuran kinerja eksekutif
mereka ke ukuran kinerja keuangan (rentabilitas, solvabilitas, dan likuiditas).
Ukuran kinerja ini memfokuskan perhatian dan usaha eksekutif ke pencapaian
kinerja jangka pendek, karena ukuran kinerja keuangan diambilkan dari informasi
akuntansi yang hanya menggunakan satu tahun sebagai periode laporannya. Sebagai
akibatnya eksekutif menjadi berpandangan jangka pendek dan mengabaikan
pembangunan daya saing perusahaan dalam jangka panjang. Sistem pengukuran
kinerja eksekutif yang berfokus ke kinerja keuangan ini tidak sejalan dengan
sistem manajemen strategik berbasis Balanced Scorecard.
C.
Perubahan Lingkungan Bisnis Menentukan
Perubahan Tipe Perencanaan Yang Digunakan Oleh Organisasi
Sekurang
kurang nya ada 4 filsafat perencanaan, yaitu filsafat sintesis, rasionalisme,
pengembangan organisasi dan empirisme.
1.
Sintesis
Mahhein
memandang perencanaan sebagai suatu cara berfikir dan Dah & Linblon
Memandang perencanaan sebagai proses pengambilan keputusan bimbingan,
Etzioni Memandang Perencanaan sebagai proses sosial dimana kontrol sosial
dan konsesus harus di arahkan untuk mengoptimalkan keseimbangan antara
pengawasan yang ketat dengan konsensus yang lemah di tambah oleh Etzioni bahwa
perencanaan adalah proses psikologis dalam bentuk pembelajaran yang menekankan
pada transaksi interpersonal.
2.
Rasionalisme
Menurut
paham rasionalisme, perencanan di pandang sebagai suatu bentuk pengambilan
keputusan, suatu proses yang mengikuti langkah langkah procedural dalam
pengambilan keputusan.
3.
Pengembangan Organisasi
Benis
berpendapat bahwa perencanaan menurut pandangan pengembangan organisasi adalah
sebagai salah satu metode perencanaan, yaitu proses pembelajaran mengenai
kesadaran dan prilaku anggota organisasi.
4.
Empirisme
Penganut
Empirisme membagi teori perencanaan atas 2 teori, yaitu :
a.
Aliran yang memusatkan perhatianya pada aspek politik
dan realitas fungsi ekonomi pada skala nasional.
b.
Aliran yang memokuskan paerhatianya pada berbagai
studi politik pembangunan kota.
Tujuan
dari perencanaan, yaitu :
1.
Standar Pengawasan, yaitu mencocokan pelaksanaan
dengan perencanaanya.
2.
Mengetahui kapan pelaksanaan dan selesainya suatu
kegiatan.
3.
Mengetahui siapa saja yang terlibat ( struktur
organisasinya ), baik kualifikasinya maupun kuantitas nya.
4.
Mendapat kegiatan yang sistematis termasuk biaya dan
kualitas pekerjaan.
5.
Meminalkan kegiatan kegiatan yang tidak produktif dan
menghemat biaya, tenaga dan waktu.
6.
Memberikan Gambaran yang menyeluruh mengenai kegiatan
pekerjaan.
7.
Menyerasikan dan memadukan beberapa sub kegiatan.
8.
Mendeteksi hambatan kesulitan yang bakal ditemui.
9.
Mengarahkan pada pencapaian tujuan.
D.
Konsep Manajemen Strategi
1.
Pengertian Manajemen Strategi
Manajemen
strategi adalah proses untuk membantu organisasi dalam mengidentifikasi apa
yang ingin mereka capai, dan bagaimana seharusnya mereka mencapai hasil yang
bernilai. Besarnya peranan manajemen strategi semakin banyak diakui pada
masa-masa ini dibanding masa sebelumnya. Dalam perekonomian global yang
memungkinkan pergerakan barang dan jasa secara bebas diantara berbagai negara,
perusahaan-perusahaan terus ditantang untuk semakin kompetitif. Banyak dari perusahaan
yang telah meningkatkan tingkat kompetisinya ini menawarkan produk kepada
konsumen dengan nilai yang lebih tinggi, dan hal ini sering menghasilkan laba
diatas rata-rata.
Dengan menggunakan manajemen strategi, perusahaan
akhirnya dapat memahami kekuatan bersaing dan mengembangkan keunggulan
kompetitif berkelanjutan secara sistematis dan konsisten.
2.
Tantangan Manajemen Strategi
Memiliki
daya saing strategi dan laba diatas rata-rata adalah tantangan untuk perusahaan
sebesar AT&T dan kecil seperti halnya sebuah toko. Menurut fakta hanya 2
dari 25 perusahaan industri besar di Amerika Serikat di tahun 1900 yang masih
bertahan didalam persaingan bisnis (23 sisanya telah gagal, bergabung/merger
dengan perusahaan lainnya atau tidak lagi
memiliki skala yang relatif besar dibandingkan dengan pesaingnya).
Baru baru
ini, Andrew Grove, pimpinan Intel, mengamati bahwa hanya perusahaan paranoid yang dapat bertahan dan
berhasil. Perusahaan-perusahaan ini menyadari bahwa keberhasilan saat ini tidak
menjamin tingkat daya saing strategis dan laba diatas rata-rata dimasa
mendatang. Karenanya perusahaan-perusahaan ini berusaha terus menerus untuk
berkembang, sehingga tetap bersaing. Supaya dapat bersaing secara strategis dan
memperoleh laba diatas rata-rata, perusahaan harus bisa bersaing dengan cara
yang berbeda dengan kondisi sebelumnya.
3.
Model Berbasis Sumber Daya
Terdapat
beberapa model penting yang ditunjukkan untuk menggambarkan input strategis
bagi langkah suatu perusahaan, dan salah
satu diantaranya adalah model berbasis sumber daya untuk profitabilitas tinggi.
Model ini mengasumsikan bahwa tiap organisasi merupakan kumpulan sumber daya
dan kemampuan unik yang merupakan dasar untuk strategi dan sumber utama
profitabilitasnya. Juga diasumsikan bahwa perusahaan memperoleh sumber daya
yang berbeda serta mengembangkan kemampuannya yang unik. Karenanya seluruh
perusahaan bersaing dalam industri tertentu mungkin tidak memiliki sumber daya
atau kemampuan strategis yang sama. Model ini juga mengasumsikan bahwa sumber
daya tidak terlalu mudah berpindah antar
perusahaan. Perbedaan dalam sumber daya,
yang tidak mungkin didapatkan atau ditiru perusahaan lain, serta cara penggunaannya
merupakan dasar keunggulan bersaing.
Sumber daya
adalah input bagi proses produksi
perusahaan, seperti barang, modal, kemampuan para pekerjanya, paten,
keuangan dan manajer yang berbakat. Umumnya sumber daya perusahaan dapat
diklasifikasikan menjadi tiga katagori,
yaitu modal fisik, sumber daya manusia dan organisasi.
Satu jenis
sumber daya saja mungkin tidak dapat menghasilkan keunggulan bersaing yang
berkesinambungan. Misalnya sepotong mesin canggih hanya dapat menjadi sumber
daya yang relevan secara strategis jika digunakan bersama aspek operasi lainnya
(seperti pemasaran dan pekerjaan
pegawai).
Melalui
kombinasi dan integrasi sekelompok sumber daya dapat mencapai keunggulan
bersaing. Kemampuan adalah kapasitas sekumpulan sumber daya untuk secara
integratif melakukan suatu tugas atau aktiivitas. Kemampuan adalah hasil dari
suatu kelompok sumber daya terintegrasi. Tidak seluruh sumber daya dan
kemampuan perusahaan memiliki potensi
seagai dasar keunggulan bersaing
yang berkesinambungan. Potensi ini
direalisasikan apabila sumber daya dan kemampuan tersebut berharga, langka,
tidak dapat ditiru dan tidak dapat digantikan. Sumber daya (istilah sumber daya
juga mencakup kemampuan) adalah berharga hanya jika memungkinkan perusahaan menggunakan
kesempatan dan / atau menetralisir ancaman dalam lingkungan eksternalnya,
Sumber daya disebut langka apabila, jika ada, hanya dimiliki oleh sedikit
pesaing yang ada maupun yang mungkin ada, Sumber daya disebut tak dapat ditiru
apabila perusahaan lain tidak dapat memperolehnya, serta tidak dapat digantikan
jika tidak memiliki equivalen yang strategis. Apabila kriteria-kriteria
tersebut dipenuhi, sumber daya dan kemampuan menjadi kompetensi inti dan dapat
berlaku sebagi dasar keunggulan bersaing perusahaan, daya saing strategis, dan
kemampuannya untuk mendapat laba diatas rata-rata.
4.
Tugas Ahli Strategi Yang Efektif
Kerja keras,
analisis yang teliti dan akal sehat merupakan persyaratan keberhasilan seorang
ahli strategi. Mantan CEO Apple Computer, John Scully, berusaha tidur satu jam
disini dan disana. Dalam menggambarkan kenyataan kerja dalam tahun 1990an,
Scully, menyarankan bahwa tidur sepanjang malam adalah ciri jaman agraria dan
industrial kuno. “Orang tidak demikian lagi sekarang” katanya “Satu hari adalah
24 jam, bukan hanya jam 8 hingga jam 5”.
Selain kerja
keras, analisis yang menyeluruh dan akal sehat, ahli strategi yang efektif
harus dapat berpikir dengan jernih dan melontarkan banyak pertanyaan.
Efektifitas strategi mereka akan meningkat apabila mereka dapat menemukan cara
bagi yang lain untuk berpikir dan bertanya mengenai apa yang dilakukan
perusahaan dan mengapa. Tetapi khususnya, manajer puncak ditantang untuk
“berpikir serius dan mendalam-mengenai tujuan organisasi yang mereka pimpin
atau fungsi yang mereka lakukan, mengenai strategi, taktik, teknologi, system
dan orang-orang yang diperlukan dalam mencapai tujuan tersebut. Juga pertanyaan
penting yang harus selalu ditanyakan. Melalui cara berpikir ini, ahli strategi
bersama dengan yang lain, meningkatkan kemungkinan untuk mengidentifikasi ide
yang inovatif. Apabila ide ini mengarah pada perkembangan kompetensi inti yang
berharga, langka, tidak dapat ditiru dan tidak dapat digantikan, maka ide
tersebut akan menjadi dasar untuk menggunakan peluang dalam lingkungan usaha
mengejar daya saing strategis diperekonomian global.
Pekerjaan ahli
stratgei tidak sederhana, melainkan terdiri dari situasi keputusan yang tidak
terlalu jelas-situasi dimana solusi yang paling efektif tidak dengan mudah
dapat ditentukan. Bagaimanapun peluang yang ada dari jenis pekerjaan ini
menarik. Pekerjaan ini menawarkan peluang yang menarik untuk berkhayal dan
bereaksi. Kata-kata berikut diberikan
sebagai saran oleh ayahnya kepada Steven J. Ross, mantan Chairman dan co-CEO
Time-Warmer, menjelaskan menariknya ahli strategi: “Ada tiga katagori
orang-orang yang pergi kekantor, menaruh kakinya diatas meja dan berkayal
selama 12 jam, orang yang tiba pada jam 5 pagi dan bekerja 16 jam, tanpa berhenti
sekalipun untuk berkhayal, dan orang yang mengangkat kakinya, berkhayal selama
satu jam dan kemudian mengerjakan sesuatu mengenai khayalan tersebut”. Ahli
strategi memiliki peluang untuk berkhayal dan bertindak, dan yang paling
efektif dalam memberikan pandangan (khayalan) untuk secara efektif membantu
lainnya dalam menciptakan keunggulan bersaing perusahaan yang berkesinambungan.
E.
Beda Manajemen Strategi Dalam Manajemen
Tradisional Dengan Kontenporer
Perbedaan
sistem manajemen strategik sekarang dan tradisional, yaitu :
Sistem Manajemen Strategi dalam Manajemen
Traditional
|
Sistem Manajemen Strategi dalam Manajemen
Kontemporer
|
Hanya berfokus ke perspektif keuangan
|
Mencakup perspektif yang
komprehensif: keuangan, customer,
proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan
|
Tidak koheren
|
Koheren
|
Terukur
|
|
Berimbang
|
Dapat terlihat bahwa Balanced Scorecard
dapat menjadikan sistem manajemen strategi kontemporer memiliki karakteristik
yang berbeda dengan karakteristik sistem manajemen strategi tradisional.
Manajemen strategi tradisional hanya berfokus ke sasaran-sasaran yang bersifat
keuangan, sedangkan sistem manajemen strategi kontemporer mencakup perspektif
yang luas: keuangan, customer,
proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Berbagai sasaran strategi yang dirumuskan dalam sistem manajemen strategi tradisional tidak koheren satu dengan
lainnya, sedangkan berbagai sasaran strategi dalam sistem manajemen strategi kontemporer dirumuskan secara koheren. Di samping itu, Balanced Scorecard
bahkan menjadikan sistem manajemen strategi kontemporer memiliki karakteristik
yang tidak dimiliki oleh sistem manajemen strategi tradisional, yaitu dalam karakteristik keterukuran dan keseimbangan.
Keunggulan pendekatan Balanced
Scorecard dalam sistem perencanaan strategi adalah pada kemampuan Balanced
Scorecard dalam menghasilkan rencana strategi yang memiliki karakteristik
sebagai berikut:
F.
Balanced ScoreCard Sebagai Inti Sistem
Manajemen Strategi
Konsep, Evolusi Perkembangan,
dan Keunggulannya telah diuraikan konsep, evolusi perkembangan, dan
keunggulan Balanced Scorecard sebagai contemporary
management tool (alat manajemen kontemporer) untuk pelipatgandaan
kinerja keuangan perusahaan. Dalam hal ini diuraikan secara ringkas posisi
strategi Balanced Scorecard dalam sistem manajemen strategi dan state of the art Balanced Scorecard
sebagai basis sistem terpadu pengelolaan kinerja personel.
Pertama kali diuraikan latar belakang
mengapa di masa lalu personel memiliki kecenderungan untuk menempuh
langkah-langkah kecil dalam running
the business. Kemudian diuraikan sistem manajemen strategi (strategic management system) yang
menjanjikan dihasilkannya langkah-langkah strategi untuk melipatgandakan
kekayaan perusahaan. Sistem manajemen strategi berbasis Balanced Scorecard
(Balanced Scorecard based strategic
management system).
Perusahaan pada hakikatnya merupakan wealth-creating institution. Dalam lingkungan
bisnis kompetitif, perusahaan tidak hanya diharapkan sebagai wealth-creating institution, namun
jauh lebih dari itu, perusahaan diharapkan sebagai wealth-multiplying institution. Pelipatgandaan kekayaan
memerlukan langkah-langkah besar dan cemerlang. Kemampuan personel perusahaan dalam merumuskan langkah-langkah besar dan cemerlang
ditentukan oleh:
1.
kompetensi manajerial para manajer dalam
mengubah intangible assets
menjadi tangible assets.
2.
sistem manajemen. Human capital, information capital, dan organization capital merupakan intangible assets yang menjadi pemacu kinerja keuangan
perusahaan modern. Kompetensi manajer dalam mengubah intangible assets tersebut menjadi value bagi customer
merupakan pemacu dihasilkannya kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan. Seringkali yang terjadi adalah
kompetensi manajer dalam mengelola intangible assets tersebut
terhambat oleh sistem manajemen yang digunakan oleh perusahaan. Jika sistem
manajemen tidak mengarahkan manajer untuk mengubah intangible assets menjadi tangible
assets melalui langkah-langkah besar dan cemerlang (dalam pernyataan
Paul O’Neill di atas disebut rapid,
quantum-leap improvement), tujuan untuk melipatgandakan kekayaan
perusahaan tidak akan terwujud.
Visi perusahaan sering kali tidak terwujud
karena adanya kecenderungan personel perusahaan berfokus ke perspektif jangka
pendek. Kecenderungan tersebut umumnya timbul sebagai akibat sistem manajemen
yang digunakan oleh perusahaan tidak mengarahkan personel untuk merumuskan
langkah-langkah cemerlang dan besar, namun hanya langkah-langkah kecil dan
berjangka pendek. Sistem manajemen yang menimbulkan kecenderungan personel
perusahaan tersebut adalah:
1. Sistem
perencanaan yang hanya mengandalkan pada anggaran tahunan.
2. Perencanaan
laba jangka panjang yang tidak bersistem.
3. Sistem
perencanaan menyeluruh (total business
planning) yang tidak koheren.
1)
Sistem perencanaan yang
hanya mengandalkan pada anggaran tahunan
Banyak perusahaan Indonesia yang hanya mengandalkan anggaran tahunan dalam
menuju ke masa depan. Siklus perencanaan dan pengimplementasian rencana hanya
terdiri dari tiga tahap, yaitu :
a.
Penyusunan anggaran
b.
Pengimplementasian anggaran
c.
Pengendalian pelaksanaan anggaran
Pada tahap penyusunan anggaran disusun rencana kerja
untuk jangka waktu satu tahun ke depan beserta anggaran yang diperlukan untuk
melaksanakan rencana kerja tersebut. Tahap berikutnya adalah
mengimplementasikan rencana kerja tersebut dengan anggaran yang telah
ditetapkan. Tahap terakhir adalah pengendalian pelaksanaan anggaran melalui
umpan balik (feedback) dari
pelaksanaan tersebut.
Sistem perencanaan yang hanya mengandalkan pada
anggaran tahunan dalam membawa perusahaan menuju ke masa depan akan
menghasilkan langkah-langkah kecil yang berdimensi waktu satu tahun atau
kurang. Jika dalam anggaran dicantumkan perubahan, maka perubahan yang dipilih
biasanya hanya berupa incremental
changes (perubahan kecil terhadap apa yang telah dilaksanakan selama ini).
Berbagai peluang yang terbuka di masa depan, yang memerlukan usaha beberapa
tahun ke depan biasanya tidak digarap. Begitu juga, karena jangka waktu tahunan
yang dicakup oleh anggaran, masalah-masalah besar yang memerlukan pemecahan
dalam jangka panjang, biasanya didekati dengan penyelesaian tambal sulam.
Secara singkat, sistem anggaran sebagai satu-satunya alat perencanaan
mengakibatkan personel berpandangan jangka pendek (myopic) dalam menuju ke masa depan.
2)
Perencanaan laba jangka
panjang yang tidak bersistem
Dalam
manajemen tradisional, perencanaan laba jangka panjang disusun tidak
bersistem. Misi, visi, dan tujuan ditetapkan oleh manajemen puncak secara ad hoc. Strategi juga dipilih oleh
manajemen puncak untuk mewujudkan visi dan tujuan perusahaan. Berdasarkan misi,
visi, dan tujuan tersebut, staf ahli manajemen puncak kemudian menerjemahkan
strategi ke dalam program dan rencana laba jangka pendek. Misi, visi, tujuan,
strategi, program, dan rencana laba jangka pendek tersebut kemudian
dikomandokan kepada manajemen menengah dan bawah untuk dilaksanakan.
Dalam
perencanaan laba jangka panjang ini, perumusan misi, visi, tujuan, strategi dan
program sedikit sekali melibatkan manajemen menengah dan bawah, apalagi
karyawan. Perencanaan laba jangka panjang sangat ditentukan oleh manajemen
puncak, bahkan kadang-kadang sangat ditentukan oleh individu direktur utama. Perusahaan
tidak memiliki sistem yang digunakan untuk merumuskan strategi, sistem
perencanaan strategik, dan sistem penyusunan program. Keikutsertaan manajemen
bawah dan karyawan dalam perencanaan laba jangka panjang sangat rendah. Sebagai
akibatnya, komitmen manajemen bawah dan karyawan terhadap pengimplementasian
rencana laba jangka panjang juga rendah. Bahkan seringkali kegiatan operasional
yang dilaksanakan oleh manajemen bawah dan karyawan tidak berkaitan dengan
rencana laba jangka panjang, apalagi dengan visi, tujuan, dan strategi.
Di samping
perencanaan laba jangka panjang yang dilaksanakan secara ad hoc tidak menghasilkan komitmen
seluruh personel perusahaan dalam mewujudkan rencana, perencanaan laba jangka
panjang tersebut tidak cocok untuk menghadapi lingkungan bisnis kompetitif dan
turbulen. Lingkungan bisnis tersebut menuntut perusahaan untuk mengamati secara
berkelanjutan trend perubahan
lingkungan makro dan lingkungan industri dan merespon dengan cepat dan tepat
setiap perubahan signifikan trend
perubahan yang diidentifikasi. Hanya dengan perencanaan laba jangka panjang
yang bersistem tuntutan lingkungan tersebut dapat dipenuhi.
3)
Total
business planning yang tidak koheren
Perusahaan
seringkali telah melaksanakan total
business planning yang terdiri dari tiga tahap, yaitu :
a.
Perumusan strategi
b.
Perencanaan strategi
c.
Penyusunan anggaran (rencana laba jangka pendek)
Namun di antara ketiga tahap proses total business planning tersebut
terdapat ketidakkoherenan satu dengan lainnya. Perumusan strategi menghasilkan
misi, visi, tujuan (goals),
keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi untuk mewujudkan visi
perusahaan.Perencanaan strategik menghasilkan rencana laba jangka panjang namun
karena hanya berfokus ke perspektif keuangan, rencana yang dihasilkan tidak
koheren dengan visi perusahaan.Rencana laba jangka panjang yang telah disusun
tersebut kemudian hanya disimpan dalam arsip, tidak dipakai sebagai acuan untuk
penyusunan anggaran. Sebagai akibatnya, kegiatan operasional yang didasarkan
pada anggaran tidak merupakan perwujudan langkah-langkah strategik yang
tercantum dalam rencana laba jangka panjang. Terdapat mata rantai yang hilang,
yang seharusnya menghubungkan antara perumusan strategi dengan anggaran,
sehingga sebagai akibatnya visi perusahaan tidak dapat diterjemahkan ke dalam
langkah-langkah operasional untuk mewujudkannya.
4)
Kekuatan sesungguhnya Balanced Scorecard
Di Bab 1 Balanced Scorecard: Konsep, Sejarah, dan
Keunggulannya telah disebutkan bahwa kekuatan sesungguhnya Balanced
Scorecard tidak terletak pada pemanfaatan Balanced Scorecard sebagai sistem
pengukur kinerja eksekutif yang telah disempurnakan (improved measurement system). Namun, pada pemanfaatan Balanced
Scorecard sebagai inti sistem manajemen strategik. Pada tahun 2001, dua
pencipta Balanced Scorecard: Robert S. Kaplan dan David P. Norton membuat
pernyataan berikut ini :
“But we
learned that adopting companies used the Balanced Scorecard to solve a much
more important problem than how to measure performance in the information era.
That problem, of which we were frankly unaware when first proposing the
Balanced Scorecard, was how to implement new strategies”.
Dari pernyataan tersebut dapat diketahui
bahwa pada waktu kedua pencipta Balanced Scorecard tersebut pertama kali
menawarkan ide Balanced Scorecard, mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya
Balanced Scorecard dapat digunakan untuk menyelesaikan banyak masalah, tidak
hanya terbatas pada masalah pengukuran kinerja eksekutif. Dalam perkembangan
pengimplementasiannya, Balanced Scorecard dimanfaatkan oleh banyak perusahaan
untuk memecahkan masalah pengimplementasian strategi. Dalam sistem manajemen strategik,
strategi dirumuskan dalam suatu sistem yang disebut sistem perumusan strategi. Keluaran
yang dihasilkan oleh sistem perumusan strategi adalah misi, visi, tujuan,
keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi. Melalui sistem perencanaan
strategik, misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, dan nilai dasar, dan strategi
tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam sasaran dan inisiatif strategik.
Balanced Scorecard diterapkan dalam sistem perencanaan strategik untuk
menerjemahkan misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi ke
dalam sasaran dan inisiatif strategik yang memiliki empat atribut:
komprehensif, koheren, terukur, dan berimbang. Dari keempat atribut sasaran dan
inisiatif strategik inilah Balanced Scorecard menjanjikan pelipatgandaan kinerja
keuangan berkesinambungan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah
bahwa BSC adalah satu metode yang bisa dibilang jauh lebih baik dari pada
metode konvensional dikarenakan tidak hanya mengukur aspek financial semata,
tapi juga dapat mengetahui parameter lain yang dapat menghasilkan
profitabilitas bagi organisasi di masa yang akan datang. Sehingga dapat menjaga
sustainbilitas organisasi yang lebih terjamin.
Meskipun BSC
mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan tersendiri, tetap saja metode BSC
tetap diakui merupakan sistem manajemen kinerja terbaik, yang membantu setiap
bagian dalam organisasi untuk menerapkan strategi organisasi menjadi tindakan
operasional dan hasil yang jelas. Metode BSC bukan sekedar sistem manajemen
kinerja biasa, tetapi alat untuk mengimplementasikan strategi secara efektif.
Masalah utama yang dihadapi organisasi bukanlah menyusun atau memformulasikan
strategi, melainkan bagaimana mengimplementasikan strategi itu secara efektif.
Betapapun indahnya strategi organisasi, tetapi kalau pelaksanaannya tidak baik,
hasilnya akan tetap buruk. Sebaliknya, strategi organisasi yang sederhana namun
diterapkan secara ekselen, maka hasilnya akan sangat luar biasa.
Kesimpulan akhirnya adalah BSC di satu sisi
memecahkan berbagai hambatan organisasi, namun di sisi lain hanya menghasilkan
kegagalan, bilamana tidak dilaksanakan dengan menghilangkan hambatan-hambatan
tesebut. Masih banyak catatan lain yang perlu jadi acuan di dalam
mengimplementasikan sistem manajemen kinerja Balanced Scorecard.
B.
Saran
Saran akhir yang dapat disampaikan
adalah pengembangan BSC sendiri perlu dilakukan penyesuaian dengan kondisi
organisasi perusahaan ini dilakukan agar penerapan BSC dapat berjalan dengan
lancar agar dapat menghasilkan keuntungan perusahaan tidak hanya untuk jangka
pendek tapi juga untuk jangka penjang.
DAFTAR PUSTAKA
Robert S. Kaplan dan David P. Norton
(2000, p8)
Figge, Hahn,
Schaltegger, dan Wagner, (2002)
Susanto,
Erwin. (2003). Balanced Scorecard. Retrieved September 25, 2010, from: http://www.angelfire.com/stars/redboy/Bsc.htm
Cobbold,
Ian and Lawrie, Gavin. (2003). The Development of The Balanced Scorecard as a Strategic Management
Tool. Boston: 2GC Limited.
Cobbold,
Ian and Lawrie, Gavin. (2002). Classification of Balanced Scorecards based on their intended
use. Boston: 2GC Limited.
Kartu
Skor Berimbang. (2010). Retrieved September 26, 2010, from: http://id.wikipedia.org/wiki/Kartu_skor_berimbang
Balanced
Scorecard Basics. (2010). Retrieved September 24, 2010, from: http://www.balancedscorecard.org/BSCResources/AbouttheBalancedScorecard/
Berkenalan
dengan Score Card Balanced. Retrieved September 24, 2010, from: http://pio.usu.ac.id/scorecard-balance.html
Mulyadi
(2001)
Is casino online legal in Arizona? - Dr.MCD
ReplyDeleteYes, casino online is 김천 출장샵 legal in Arizona, but 서산 출장샵 if you're in 여주 출장샵 the state of Arizona, do you know which casino in Arizona is legal 순천 출장샵 in the 태백 출장안마 state